SEKOLAH UJUNG TOMBAK BGP
Oleh: Gede Putra Adnyana
(Guru SMAN 1 Banjar, Buleleng, Bali)
(Tulisan in telah dimuat pada Tabloid Pendidikan Indonesia (TPI),
ISSN 2087-1651, Vol. 1, No. 1, 01 - 15 Agustus 2010)
ISSN 2087-1651, Vol. 1, No. 1, 01 - 15 Agustus 2010)
Mewujudkan Bali sebagai provinsi
hijau, telah dicanangkan pemerintah melalui program Bali Green Province (BGP) pada 22 Februari 2010 lalu. Berbagai manfaat
diperoleh dari program BGP, baik pada sektor politik, ekonomi, maupun sosial
budaya.
Ditinjau dari sektor politik, BPG
mampu mengangkat eksistensi Bali sebagai provinsi yang peduli lingkungan. Hal
ini ditunjukkan dari dukungan Presiden SBY dan Direktur regional UNEP yang
berada di Bangkok terhadap program BGP. Dukungan semakin kuat terhadap program
BGP berdasarkan hasi Simposium
internasional Association for Tropical Biology and Conservation atau ATBC 2010
yang digelar pada 19-23 Juli 2010 yang menghasilkan "Deklarasi Bali"
sebagai rekomendasi bersama para ilmuwan dunia. Deklarasi Bali berisi sejumlah
rekomendasi yang mendorong penyelamatan hutan Indonesia
Dari sisi ekonomi, BGP memberi dampak
positif terhadap pertumbuhan ekonomi Bali. Ini sangat terkait dengan sektor
utama pendukung perekonomian Bali, yaitu pariwisata yang mengedepankan
kesehatan, udara bersih, dan makanan organik. Kondisi tersebut terwujud lebih
cepat melalui program BGP.
Sementara dari segi sosial budaya,
program BGP sangat relevan dengan konsep Tri Hita Karana. Konsep ini menawarkan
hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan, dan
manusia dengan Alam. Apalagi, dalam kehidupan beragama umat Hindu di Bali
terdapat konsep Nyegara-Gunung.
Konsekunesi dari konsep Nyegara-Gunung, bahwa melestarikan pantai dan gunung
adalah keniscayaan. Oleh karena itu program BGP pada hakikatnya sesuai dengan
kondisi sosial budaya masyarakat Bali.
Namun, untuk mewujudkan Bali sebagai
provinsi hijau masih dihadapkan pada sejumlah kendala, mulai dari masalah
sampah, penggunaan pupuk kimia dan pestisida berlebihan, ketersediaan air,
serta keterbatasan energi listrik. Di samping itu belum membuminya program BGP
mengakibatkan tidak banyak masyarakat yang memberikan perhatiannya. Dalam
konteks inilah, sekolah sebagai wawasan Wiyata Mandala memegang peranan
penting. Sekolah dapat dijadikan ujung tombak dan sekaligus penggerak program
BGP dalam mewujudkan mimpi Bali sebagai provinsi hijau. Lalu, apa yang dapat
dilakukan sekolah?
Sekolah sebagai lembaga pendidikan
yang dipenuhi dengan idealisme adalah potensi yang luar biasa untuk
menyukseskan program BGP. Kesadaran seluruh warga sekolah terhadap lingkungan
hijau wajib ditumbuhkembangkan. Salah satu strategi, yaitu dengan
menyelenggarakan berbagai lomba berkaitan dengan lingkungan hijau. Berbagai
lomba seperti lomba kerindangan, wiyata mandala, adi wiyata, atau sekolah hijau
dapat diselenggarakan untuk memicu dan memacu pencapaian sekolah hijau.
Beberapa manfaat lomba sekolah hijau, yaitu 1) menyebarluaskan konsep sekolah
hijau untuk dipahami seluruh warga sekolah, 2) menyinergikan program pemerintah
dengan program sekolah, dan 3) meningkatkan kualitas lingkungan belajar
sekolah, baik kenyamanan, keamananan, maupun kesehatan.
Oleh karena itu, pemerintah baik
daerah maupun pusat wajib memberikan perhatian serius terhadap gagasan sekolah
hijau. Dukungan motivasi, fasilitas, dan pembiayaan adalah unsur yang
signifikan dihadirkan. Dalam konteks inilah maka Pemerintah Provinsi Bali
hendaknya mengalokasikan anggaran untuk mendukung percepatan pencapaian BGP. Adalah
kurang bijaksana, manakala dukungan hanya diharapkan dari pemerintah saja. Masyarakat
dan pihak swasta juga harus berperan secara aktif mendukung program tersebut. Ketika
dukungan optimal berasal dari seluruh stakeholders, mimpi Bali menjadi provinsi
hijau bakal menjadi kenyataan.
2 komentar:
Hijau sekolahku, hijau hatiku, tentram jiwaku.
hidup.....hidup...hidup...
Posting Komentar